Selasa, 15 Juni 2010
Obyek Wisata Purwakarta
Wisata alam
Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha terletak ±9 km dari kota Purwakarta menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan menarik seperti : dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan playground. Bagi wisatawan remaja, tersedia pondok remaja serta lahan yang cukup luas untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau malam kita dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang ingin mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II menyediakan tenaga ahli.
Danau Cirata, dengan luas 62 km2 berada pada ketinggian 223 m DPL dikelilingi oleh perbukitan. Jika melakukan perjalanan dari kota Purwakarta melalui Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak sejauh 15 km. Dalam perjalanan akan melewati pusat perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra Industri Keramik Plered disamping menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
Situ Wanayasa adalah danau alam yang berada pada ketinggian 600 m DPL dengan luas 7 ha, terletak ±23 km dari kota Purwakarta dengan udara yang sejuk berlatar belakang Gunung Burangrang.
Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa berlokasi di kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejuk. Terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas.
Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ± 3 km ke arah Selatan kota Wanayasa, merupakan tempat yang nyaman untuk rekreasi baik hiking maupun camping ground. Berada pada ketinggian 750 m DPL.
Gunung Parang adalah obyek wisata alam yang menyediakan sarana untuk rock climbing. Terletak 28 km dari kota Purwakarta berada pada ketinggian 983 m DPL.
Gua Jepang berlokasi ±28 Km dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian sekitar 700 m DPL, dikelilingi perkebunan teh, pohon pinus, cengkeh, manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung Burangrang. Gua Jepang merupakan gua buatan yang dibangun oleh Jepang (Romusha) sekira tahun 1943 untuk digunakan sebagai tempat persembunyian.
Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong ±35 km dari Kota Purwakarta, berada pada ketinggian ±650 m DPL dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat.
Situ Buleud, adalah danau seluas 4 ha berbentuk bulat yang terletak di tengah kota Purwakarta. Situ buleud merupakan landmark Purwakarta. Konon Situ Buleud tempo dulu merupakan tempat "pangguyangan" (mandi/berendam) badak, kemudian pada masa pemerintahan kolonial Belanda dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Kini Situ Buleud menjadi tempat rekreasi, olah raga, dan belanja PKL pada saat hari minggu bagi penduduk Purwakarta.
Wisata budaya
Gedung Negara, dibangun tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Kini Gedung Negara menjadi Kantor Bupati Purwakarta.
Gedung Karesidenan, seusia dengan Gedung Negara dibangun pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Kini menjadi Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV terletak di Jalan KK. Singawinata.
Mesjid Agung, terletak di samping Gedung Negara dibangun pada tahun 1826 pada masa kolonial Belanda. Mesjid ini mulai dipugar pada tahun 1993 dengan tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai sejarahnya, kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995.
Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 km dari kota Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1904 menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara antara lain Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Jenis keramik yang dihasilkan antara lain gerabah, terakota dan porselen.
Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT. Sinar sejak tahun 1956 untuk di ekspor ke Brunei dan konsumsi dalam negeri.
Kesenian Buncis dan Domyak merupakan kesenian khas Purwakarta disamping wayang golek, celempungan, tari-tarian, degung, ketuk tilu, jaipongan, tungbrung, reog, calung dan kesenian-kesenian daerah lainnya.
Wisata Ziarah
Makam RA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang meninggal tahun 1827, beliau merupakan Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ Wanayasa.
Makam Baing Yusuf adalah makam Syech Baing Yusuf yang meninggal pada tahun 1856 terletak di belakang Mesjid Agung Purwakarta. Ia merupakan seorang ulama besar pada zamannya bermukim di Kaum (Paimbaran Mesjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren.
Makam Mama Sempur. KH. TB. Ahmad Bakri atau lebih dikenal dengan Mama Sempur adalah seorang ulama besar pada zamannya yang wafat tahun 1975 pada usia 128 tahun, dimakamkan di Desa Sempur Kecamatan Plered, sekitar 16 Km dari kota Purwakarta.
Wisata Kuliner
Makanan khas Purwakarta adalah Sate Maranggi, yang membedakan dengan sate lainnya adalah bumbu kecapnya yang diolah hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi, rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan bakar, pepes, ayam goreng lengkap dengan sambal dadakan juga banyak terdapat di Purwakarta.
Oleh-oleh khas Purwakarta adalah simping, peuyeum Bendul, gula aren Cikeris, manisan pala, teh hijau, colenak, dan opak.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Purwakarta
15 Juni 2010
Sumber Gambar:
http://id.indonesian-craft.com/product/39/tahun/2008/bulan/08/tanggal/04/id/482/
Pembagian Administratif Purwakarta
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri Pasundan diubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta di tambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabuapten Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan.
Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. S
edangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered.
Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.
Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta.
No Kecamatan/ Jumlah Kel-Desa/ Luas Wilayah/ Jumlah Penduduk
1 Babakan Cikao/ 9/ 42,40 km²/ 38.590 jiwa
2 Bojong/ 14/ 68,69 km²/ 43.606 jiwa
3 Bungursari/ 10/ 54,66 km²/ 39.576 jiwa
4 Campaka/ 10/ 43,60 km²/ 34.418 jiwa
5 Cibatu/ 10/ 56,50 km²/ 25.769 jiwa
6 Darangdan/ 15/ 67,39 km²/ 57.132 jiwa
7 Jatiluhur/ 10/ 60,11 km²/ 56.855 jiwa
8 Kiara Pedes/ 10/ 52,16 km²/ 24.870 jiwa
9 Maniis 8/ 71,64 km²/ 28.748 jiwa
10 Pasawahan/ 12/ 36,96 km²/ 38.219 jiwa
11 Plered/ 16/ 31,48 km²/ 67.837 jiwa
12 Pondok Salam/ 11/ 44,08 km²/ 26.478 jiwa
13 Purwakarta/ 10/ 24,83 km²/ 143.760 jiwa
14 Sukasari/ 5/ 92,01 km²/ 14.262 jiwa
15 Sukatani/ 14/ 95,43 km²/ 60.796 jiwa
16 Tegalwaru/ 13/ 73,23 km²/ 43.923 jiwa
17 Wanayasa/15/ 56,55 km²/ 37.523 jiwa
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Purwakarta
14 Juni 2010
Sumber Gambar:
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Locator_kabupaten_purwakarta.png
http://www.disnak.jabarprov.go.id/images/menu/Peta_AI_Kab_Purwakarta.jpg
Potensi Ekonomi Purwakarta
Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 971,72 km2. Kabupaten ini membawahi 17 kecamatan dengan populasi penduduk sebesar 782.362 orang. Penduduk laki-laki berjumlah 391.061 jiwa, selebihnya yaitu 391.301 jiwa adalah perempuan. Tingkat pendidikan masyarakat Purwakarta relatif rendah. Mereka yang telah menamatkan pendidikan tingkat atas, diploma dan starta hanya 13,6 persen, sisanya 86,4 persen pendidikan tertinggi mereka tingkat menengah.
Meskipun tingkat pendidikan masyarakat Purwakarta relatif rendah, namun perekonomian Purwakarta dibangun di atas pondasi industri pengolahan. Sektor ini memberikan sumbangan pada pembentukan PDRB (atas dasar harga konstan 2000) mencapai 42,08 persen dengan nilai ekonomi mencapai Rp 2,15 trilyun. Perusahaan yang bergerak di bidang industri mencapai 963 unit usaha. Kecamatan Purwakarta dan Bungursari adalah sentral lokasi operasional industri terutama bagi badan usaha berbentuk PT dan CV. Untuk perusahaan perseorangan banyak terdapat di Kecamatan Purwakarta dan Pleret sedangkan koperasi banyak terdapat di Kecamatan Purwakarta dan Jatiluhur.
Jumlah usaha berbentuk PT sebanyak 74 usaha, sedangkan yang berbentuk CV sebanyak 227 usaha. Koperasi yang beroperasi di Purwakarta sebanyak 23 unit usaha sedangkan perorangan sebanyak 639 unit usaha.
Industri agro hasil hutan memiliki nilai investasi sebesar Rp 3.4 milyar dengan bahan baku senilai Rp 48.41 milyar dan nilai produksi Rp 80.1 milyar. Tenaga kerja yang terserap oleh 401 unit perusahaan mencapai 2.236 tenaga kerja. Adapun sektor non formal yang bergerak pada industri serupa, memiliki nilai investasi Rp 835 juta dengan nilai bahan baku Rp 12.48 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 20.74 milyar. Tenaga kerja yang terserap pada 1.632 perusahaan ini mencapai 10.723 tenaga kerja.
Industri Logam, Mesin, elektronika dan aneka memiliki nilai investasi mencapai Rp 3,2 milyar dengan nilai bahan baku mencapai 32,2 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 62,9 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 140 jumlah perusahaan mencapai 1.658 tenaga kerja. Sedangkan nilai investasi sektor informal ini mencapai Rp 1, milyar dengan nilai bahan baku mencapai Rp 4,01 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 23,7 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 460 jumlah perusahaan mencapai 1.722 tenaga kerja.
Industri Kimia, pulp dan kertas memilki nilai investasi pada sektor formal ini mencapai Rp 10 milyar dengan nilai bahan baku mencapai 62,9 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 97 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 420 jumlah perusahaan mencapai 8.600 tenaga kerja. Sedangkan nilai investasi pada sektor non formal untuk industri serupa mencapai Rp 801 juta dengan nilai bahan baku mencapai Rp 2,6 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 4,7 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 179 jumlah perusahaan mencapai 3.753 tenaga kerja.
Sektor perdagangan juga memberikan kontribusi pada pembentukan PDRB sebesar 25,78 persen dengan nilai ekonomi mencapai Rp 1,32 trilyun. Hal ini terbukti dengan nilai ekspor lebih dari US $ 188 juta. Ekspor menurut jenis barang didominasi oleh serat
rayon, benang, staples rayon fibre.
Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+purwakarta
15 Juni 2010
Meskipun tingkat pendidikan masyarakat Purwakarta relatif rendah, namun perekonomian Purwakarta dibangun di atas pondasi industri pengolahan. Sektor ini memberikan sumbangan pada pembentukan PDRB (atas dasar harga konstan 2000) mencapai 42,08 persen dengan nilai ekonomi mencapai Rp 2,15 trilyun. Perusahaan yang bergerak di bidang industri mencapai 963 unit usaha. Kecamatan Purwakarta dan Bungursari adalah sentral lokasi operasional industri terutama bagi badan usaha berbentuk PT dan CV. Untuk perusahaan perseorangan banyak terdapat di Kecamatan Purwakarta dan Pleret sedangkan koperasi banyak terdapat di Kecamatan Purwakarta dan Jatiluhur.
Jumlah usaha berbentuk PT sebanyak 74 usaha, sedangkan yang berbentuk CV sebanyak 227 usaha. Koperasi yang beroperasi di Purwakarta sebanyak 23 unit usaha sedangkan perorangan sebanyak 639 unit usaha.
Industri agro hasil hutan memiliki nilai investasi sebesar Rp 3.4 milyar dengan bahan baku senilai Rp 48.41 milyar dan nilai produksi Rp 80.1 milyar. Tenaga kerja yang terserap oleh 401 unit perusahaan mencapai 2.236 tenaga kerja. Adapun sektor non formal yang bergerak pada industri serupa, memiliki nilai investasi Rp 835 juta dengan nilai bahan baku Rp 12.48 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 20.74 milyar. Tenaga kerja yang terserap pada 1.632 perusahaan ini mencapai 10.723 tenaga kerja.
Industri Logam, Mesin, elektronika dan aneka memiliki nilai investasi mencapai Rp 3,2 milyar dengan nilai bahan baku mencapai 32,2 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 62,9 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 140 jumlah perusahaan mencapai 1.658 tenaga kerja. Sedangkan nilai investasi sektor informal ini mencapai Rp 1, milyar dengan nilai bahan baku mencapai Rp 4,01 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 23,7 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 460 jumlah perusahaan mencapai 1.722 tenaga kerja.
Industri Kimia, pulp dan kertas memilki nilai investasi pada sektor formal ini mencapai Rp 10 milyar dengan nilai bahan baku mencapai 62,9 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 97 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 420 jumlah perusahaan mencapai 8.600 tenaga kerja. Sedangkan nilai investasi pada sektor non formal untuk industri serupa mencapai Rp 801 juta dengan nilai bahan baku mencapai Rp 2,6 milyar dan nilai produksi mencapai Rp 4,7 milyar. Tenaga kerja yang terserap dari 179 jumlah perusahaan mencapai 3.753 tenaga kerja.
Sektor perdagangan juga memberikan kontribusi pada pembentukan PDRB sebesar 25,78 persen dengan nilai ekonomi mencapai Rp 1,32 trilyun. Hal ini terbukti dengan nilai ekspor lebih dari US $ 188 juta. Ekspor menurut jenis barang didominasi oleh serat
rayon, benang, staples rayon fibre.
Sumber:
http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kabupaten+purwakarta
15 Juni 2010
Batik Kahuripan Salah Satu Ciri Khas Batik Purwakarta
CINDERAMATA, makanan, kerajinan, kesenian, dan tempat wisata ataupun apa saja bisa menjadi ciri khas dan menjadi kebanggaan bagi sebuah daerah. Begitu pula Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dikenal dengan sebutan Kota Santri, Kota Simping, dan sentra kerajinan Plered yang memiliki banyak ciri khas.
Purwakarta dikenal juga dengan kulinernya yakni Sate Maranggi dan buah manis segar yaitu Manggis. Sehingga tidak heran, jika Purwakarta yang diapit Ibukota Negara Jakarta dan Ibukota Provinsi Bandung menjadi tujuan bagi para wisatawan dan investor untuk turutberinvestasi di daerah yang memiliki karakteristik ini.
Di daerah Jawa, seperti Jawa Tengah. JawaTimur, dan Jawa Barat serta daerah lainnya di luar provinsi di Pulau Jawa, ada pula kain yang menjadi ciri khas daerah seperti kain batik, kain songket. dan jenis kain lain yang menjadi ciri khas bagi daerahnya. Begitupun di Jawa Barat termasuk di Purwakarta.
"Sampai saat ini tercatat ada sekitar 16 kabupaten di Jawa Barat yang memiliki kain khas batik." papar Ir Heny Herawan Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Purwakarta kepada Pelita di ruang kerjanya. Masing-masing kabupaten memiliki motif batik yang berbeda dan menjadi kebanggaan bagi daerahnya termasuk Kabupaten Purwakarta.
Batik khas Purwakarta.jelas Herry, memiliki motif tersendiri tidak seperti daerah lainnya. Batik Purwakarta dikenal dengan sebutan Batik Kahuripan. Dimana dalam motif batik tersebut sangat memiliki makna yang sangat besar dalam roda pembangunan Kabupaten Purwakarta yang berkarakter. Ketetapan Batik Purwakarta yang memiliki tujuh makna, tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) No 33 tahun 2009 yang ditandatangani oleh Bupati H Dedi Mulyadi pada tanggal 22 Juli 2009. Bahkan ke depannya, batik Purwakarta juga akan dipatenkan ke Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Tujuh makna
MAKNA yang tersirat dalam motif batik Purwakarta, terang Herry Herawan. yaitu berwarna dasar hitam dengan motif warna kuning emas. Bergambar dua pilar atau yang dikenal di tataran Sunda dengan sebutan Gerbang Indung Rahayu yang melambangkan Dua Kalimah Syahadat yang bermakna Hakekat dan Syariat.
Makna yang ketiga, dalam motif batik Purwakarta, yaitu alap yang tinggi atau disebut Suhunan Julang Ngapak yang melambangkan perlindungan dan mengayomi seluruh warga Kabupaten Purwakarta. Makna keempat, yaitu Uga lekukan yang memiliki makna Iman, Islam dan Ikhsan.
Makna yang kelima, dalam motif batik Purwakarta yaitu Kujang, merupakan kepintaran (wibawa) yang juga merupakan senjata dan simbol di tataran Pasundan. Sedangkan makna keenam, yaitu motif bunga Melati, melambangkan kesucian dan keharuman dan makna ketujuh, dasar hitam dengan garis yang melewati dua pilar di bawah melambangkan jalan yang mulus, air mengalir, dan subur makmur.
Tujuh makna yang ada dalam mouTbalik Purwakarta tersebut, semuanya menggambarkan makna Kesun-daan dengan nilai-nilai luhur dan langkah operasional yang dirangkum dalam visi dan misi Purwakarta serta sembilan langkah dalam membangun negeri yang sejahtera menuju Digjaya Purwakarta. Lomba batik
BATIK khas Kabupaten Purwakarta, cerita Herry,awalnya muncul bukan dari para pembalik atau sebuah industri. Namun bermula dari adanya lomba mencari ciri khas batik untuk pegawai negeri (PNS) di Purwakarta yang diikuti oleh semua organisasi perangkat daerah (OPD)-yang ada di Kota Simping Ini.
Dari batik-batik yang diperlombakan tersebut. Dinas Perikanan dan Peternakan mencoba menciptakan motif batik yang diselaraskan dengan "Purwakarta Berkarakter" yang sekarang dikenal dengan sebutan Batik Kahuripan yang waktu itu keluar sebagai pemenang dalam lomba batik tingkat kabupaten.
Batik Kahuripan yang memiliki tujuh makna filosofi tersebut, kemudian ditetapkan sebagai batik khas Purwakarta melalui Peraturan Bupati. "Sekarang ini memang masih belum semua PNS di Purwakarta memiliki Batik Kahuripan sebab keterbatasan dalam produksinya." kata Herry.
Jika semua PNS di Purwakarta telah memiliki dan mengenakan Batik Kahuripan. maka ke depannya batik tersebut akan dipasarkan di masyarakat. Sehingga, tidak hanya PNS saja yang mengenakan Balik Kahuripan ini tapi juga pegawai swasta dni) seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta.
Setelah mendapat hak paten dari Depkumham sambung Herry, pihaknya akan mengajak para pembatlk di Kabupaten Purwakarta untuk turut berkiprah dalam pembangunan Purwakarta dengan cara bersama-sama mengembangkan dan membesarkan produksi Batik Kahuripan yang menjadi ciri khas Kabupaten Purwakarta.
Tidak hanya Batik Kahuripan saja, sambung Herry Herawan. bahkan kedepannya di Kabupaten Purwakarta juga akan ada motif-motif batik lain ciri khas Purwakarta seperti motif buah Manggis yang menjadi buah unggulan, pohon Jamuju. dan juga batik bermotif ikan Balidra dimana ikan tersebut merupakan ciri khas Ikan Purwakarta.
(yan hendrayana)
Sumber :
Pelita, dalam :
http://bataviase.co.id/node/182911
15 Juni 2010
Purwakarta dikenal juga dengan kulinernya yakni Sate Maranggi dan buah manis segar yaitu Manggis. Sehingga tidak heran, jika Purwakarta yang diapit Ibukota Negara Jakarta dan Ibukota Provinsi Bandung menjadi tujuan bagi para wisatawan dan investor untuk turutberinvestasi di daerah yang memiliki karakteristik ini.
Di daerah Jawa, seperti Jawa Tengah. JawaTimur, dan Jawa Barat serta daerah lainnya di luar provinsi di Pulau Jawa, ada pula kain yang menjadi ciri khas daerah seperti kain batik, kain songket. dan jenis kain lain yang menjadi ciri khas bagi daerahnya. Begitupun di Jawa Barat termasuk di Purwakarta.
"Sampai saat ini tercatat ada sekitar 16 kabupaten di Jawa Barat yang memiliki kain khas batik." papar Ir Heny Herawan Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Purwakarta kepada Pelita di ruang kerjanya. Masing-masing kabupaten memiliki motif batik yang berbeda dan menjadi kebanggaan bagi daerahnya termasuk Kabupaten Purwakarta.
Batik khas Purwakarta.jelas Herry, memiliki motif tersendiri tidak seperti daerah lainnya. Batik Purwakarta dikenal dengan sebutan Batik Kahuripan. Dimana dalam motif batik tersebut sangat memiliki makna yang sangat besar dalam roda pembangunan Kabupaten Purwakarta yang berkarakter. Ketetapan Batik Purwakarta yang memiliki tujuh makna, tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) No 33 tahun 2009 yang ditandatangani oleh Bupati H Dedi Mulyadi pada tanggal 22 Juli 2009. Bahkan ke depannya, batik Purwakarta juga akan dipatenkan ke Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Tujuh makna
MAKNA yang tersirat dalam motif batik Purwakarta, terang Herry Herawan. yaitu berwarna dasar hitam dengan motif warna kuning emas. Bergambar dua pilar atau yang dikenal di tataran Sunda dengan sebutan Gerbang Indung Rahayu yang melambangkan Dua Kalimah Syahadat yang bermakna Hakekat dan Syariat.
Makna yang ketiga, dalam motif batik Purwakarta, yaitu alap yang tinggi atau disebut Suhunan Julang Ngapak yang melambangkan perlindungan dan mengayomi seluruh warga Kabupaten Purwakarta. Makna keempat, yaitu Uga lekukan yang memiliki makna Iman, Islam dan Ikhsan.
Makna yang kelima, dalam motif batik Purwakarta yaitu Kujang, merupakan kepintaran (wibawa) yang juga merupakan senjata dan simbol di tataran Pasundan. Sedangkan makna keenam, yaitu motif bunga Melati, melambangkan kesucian dan keharuman dan makna ketujuh, dasar hitam dengan garis yang melewati dua pilar di bawah melambangkan jalan yang mulus, air mengalir, dan subur makmur.
Tujuh makna yang ada dalam mouTbalik Purwakarta tersebut, semuanya menggambarkan makna Kesun-daan dengan nilai-nilai luhur dan langkah operasional yang dirangkum dalam visi dan misi Purwakarta serta sembilan langkah dalam membangun negeri yang sejahtera menuju Digjaya Purwakarta. Lomba batik
BATIK khas Kabupaten Purwakarta, cerita Herry,awalnya muncul bukan dari para pembalik atau sebuah industri. Namun bermula dari adanya lomba mencari ciri khas batik untuk pegawai negeri (PNS) di Purwakarta yang diikuti oleh semua organisasi perangkat daerah (OPD)-yang ada di Kota Simping Ini.
Dari batik-batik yang diperlombakan tersebut. Dinas Perikanan dan Peternakan mencoba menciptakan motif batik yang diselaraskan dengan "Purwakarta Berkarakter" yang sekarang dikenal dengan sebutan Batik Kahuripan yang waktu itu keluar sebagai pemenang dalam lomba batik tingkat kabupaten.
Batik Kahuripan yang memiliki tujuh makna filosofi tersebut, kemudian ditetapkan sebagai batik khas Purwakarta melalui Peraturan Bupati. "Sekarang ini memang masih belum semua PNS di Purwakarta memiliki Batik Kahuripan sebab keterbatasan dalam produksinya." kata Herry.
Jika semua PNS di Purwakarta telah memiliki dan mengenakan Batik Kahuripan. maka ke depannya batik tersebut akan dipasarkan di masyarakat. Sehingga, tidak hanya PNS saja yang mengenakan Balik Kahuripan ini tapi juga pegawai swasta dni) seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta.
Setelah mendapat hak paten dari Depkumham sambung Herry, pihaknya akan mengajak para pembatlk di Kabupaten Purwakarta untuk turut berkiprah dalam pembangunan Purwakarta dengan cara bersama-sama mengembangkan dan membesarkan produksi Batik Kahuripan yang menjadi ciri khas Kabupaten Purwakarta.
Tidak hanya Batik Kahuripan saja, sambung Herry Herawan. bahkan kedepannya di Kabupaten Purwakarta juga akan ada motif-motif batik lain ciri khas Purwakarta seperti motif buah Manggis yang menjadi buah unggulan, pohon Jamuju. dan juga batik bermotif ikan Balidra dimana ikan tersebut merupakan ciri khas Ikan Purwakarta.
(yan hendrayana)
Sumber :
Pelita, dalam :
http://bataviase.co.id/node/182911
15 Juni 2010
Lotek Purwakarta Cukup Rp 3.000
Jika Anda berwisata ke Yogyakarta atau beberapa kota di Jawa Tengah, Anda akan menemui makanan kembaran gado-gado ini. Namanya lotek. Makanan yang ternyata juga banyak terdapat di daerah Purwakarta memiliki banyak kesamaan dengan gado-gado.
Kesamaannya antara lain terletak pada isi dari lotek sendiri, yaitu sayur-sayuran yang dipadu dengan bumbu kacang. Bedanya, sayuran pada gado-gado lebih lengkap ketimbang lotek.
Di dalam gado-gado juga biasanya ditambahkan tahu, tempe, atau telor, serta tambahan jeruk limau. Namun, Anda tidak perlu kecewa karena harga lotek sangat murah. Cukup mengeluarkan uang Rp 3.000, Anda sudah bisa mendapatkan satu porsi lotek lengkap dengan ketupatnya. Namun, jika tanpa ketupat, maka harganya hanya Rp 2500.
Masalah rasa yang gurih tidak kalah dibanding gado-gado. Berminat mencoba? Sebelum menuju Kota Bandung, mampirlah ke Purwakarta sebentar. Selamat berlibur.
Sumber:
http://travel.kompas.com/read/2010/01/01/14013494/Lotek.Purwakarta.Cukup.Rp.3.000
15 Juni 2010
Situ Buleud Purwakarta
Buleud berarti bundar (bulet). Jadi, Situ Buleud dapat juga disebut Situ Bundar. Nama Situ Buleud ini diambil berdasarkan dari bentuk situ yang berupa lingkaran (bundar). Situ ini terletak tidak jauh dari pusat kota atau Pemkab Purwakarta. Merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Purwakarta selain Waduk Jatiluhur, Sentra Keramik Plered dan Gunung Parang. Situ ini tepatnya terletak di Jl. Singawinata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Seperti yang KarIn amati ketika jalan-jalan ke situ yang lokasinya sering dijadikan ruang pameran atau bazaar ini, Situ ini tampak ditata dengan cukup baik, dilengkapi pepohonan yang rindang dan kebersihannya pun cukup terjaga. Secara tata kota, situ ini diposisikan sebagai terbuka hijau (RTG) atau kita biasa sebut taman kota yang ada di Purwakarta. Lebih dari itu, selain dimanfaatkan khususnya oleh warga lokal (Purwakarta) untuk bersantai, pacaran, bermain kartu, makan siang, olahraga, juga tempat memancing, dimana semuanya gratis (kecuali parkir), keberadaan perpustakaan daerah Purwakarta di lokasi situ ini memberikan banyak pilihan bagi pengunjung.
Menurut berbagai sumber yang KarIn telusuri, karena di Perpustakaan Purwakarta sendiri sayangnya tidak tersedia, Situ ini dulunya merupakan tempat mandi Binatang Badak, ketika Purwakarta masih berupa wilayah hutan, dan masih menjadi bagian Kabupaten Karawang, maka tidak heran jika ditepi situ itu terdapat patung Badak. Baru kemudian pada tahun 1830, Situ ini dibangun oleh RA. Suriawinata, Pendiri cikal bakal Purwakarta. (Deni Andriana)
Sumber :
http://www.karawanginfo.com/?p=3523
15 Juni 2010
Keramik Plered Makin Menawan
Tujuh negara dari Benua Eropa dan Amerika tertarik terhadap kerajinan keramik buatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Jabar). Ketertarikan tujuh negara itu diketahui saat keramik Plered dipamerkan dalam Arbiente Messe, di Frankfurt, Jerman, pada 13-17 Februari 2009 lalu. Di antara tujuh negara yang tertarik dengan keramik Plered ialah Amerika, Jerman, Belanda, Yunani, Turki, Polandia, dan Tanzania.
Sekretaris Daerah (Sekda) Purwakarta, Maman Rosama, mengatakan, Arbiente Messe merupakan forum eksibisi berkelas dunia yang mempertemukan pembeli dan penjual sedunia.
Selanjutnya, Purwakarta (Jawa Barat) bersama DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Bali diminta Depertemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) mewakili Indonesia untuk memasarkan produk kerajinan pada forum eksibisi Arbiente Messe tersebut. "Produk-produk kerajinan yang dipamerkan di Jerman itu harus memenuhi tiga kriteria, yakni dining, giving, dan living," katanya, di Karawang, Rabu (4/3).
Dikatakannya, dining berarti kerajinan yang merupakan karya tangan, giving ialah cinderamata, dan living merupakan kerajinan rumah. "Penyelenggara pameran tidak menerima kerajinan yang tidak memenuhi tiga kriteria itu," katanya.
Sementara itu, terkait dengan ketertarikan tujuh negara terhadap keramik Plered, Maman mengaku pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan Balai Besar Keramik di Bandung dan sejumlah perguruan tinggi yang disiapkan untuk konsultan teknis.
Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2009/03/04/17522527/keramik.plered.makin.menawan
15 Juni 2010
Sekretaris Daerah (Sekda) Purwakarta, Maman Rosama, mengatakan, Arbiente Messe merupakan forum eksibisi berkelas dunia yang mempertemukan pembeli dan penjual sedunia.
Selanjutnya, Purwakarta (Jawa Barat) bersama DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Bali diminta Depertemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) mewakili Indonesia untuk memasarkan produk kerajinan pada forum eksibisi Arbiente Messe tersebut. "Produk-produk kerajinan yang dipamerkan di Jerman itu harus memenuhi tiga kriteria, yakni dining, giving, dan living," katanya, di Karawang, Rabu (4/3).
Dikatakannya, dining berarti kerajinan yang merupakan karya tangan, giving ialah cinderamata, dan living merupakan kerajinan rumah. "Penyelenggara pameran tidak menerima kerajinan yang tidak memenuhi tiga kriteria itu," katanya.
Sementara itu, terkait dengan ketertarikan tujuh negara terhadap keramik Plered, Maman mengaku pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan Balai Besar Keramik di Bandung dan sejumlah perguruan tinggi yang disiapkan untuk konsultan teknis.
Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2009/03/04/17522527/keramik.plered.makin.menawan
15 Juni 2010
Waduk Jatiluhur
Terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta).Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3 / tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.
Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh PT. PLN (Persero).
Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.
Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating dan lainnya.
Di perairan Danau Jatiluhur ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung, yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.
Dikawasan ini pula kita dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh PT. Indosat Tbk. (±7 km dari pusat Kota Purwakarta), sebagai alat komunikasi internasional. Jenis layanan yang disediakan antara lain international toll free service (ITFS), Indosat Calling Card (ICC), international direct dan lainnya.
Waduk Jatiluhur dapat dikunjungi melalui Jalan Tol Purbaleunyi (Purwakarta-Bandung-Cileunyi), keluar di Gerbang Tol Jatiluhur.
Sumber:
http://swarajabar.tk/component/content/article/31-objek-wisata/42-waduk-jatiluhur.html
15 Juni 2010
Sejarah Purwakarta
SEBELUM MASA PENJAJAHAN
TATA PEMERINTAHAN DAERAH PADA MASA SEBELUM PENJAJAHAN BELANDA
Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Panembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda: “Karawaan”).
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug. Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811 – 1816 sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan Inggris.
MASA PENJAJAHAN
TATA PEMERINTAHAN DAERAH PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA
Antara tahun 1819 – 1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur kali Citarum / Cibeet dan sebelah Barat kali Cipunagara. Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibu kota Kabupaten di Wanayasa.
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih, yang kemudian diberi nama “PURWAKARTA’ yang artinya Purwa : permulaan, karta: ramai / hidup. Diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) Pemerintah Kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Keresidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan Bupati berikutnya.
PASCA KEMERDEKAAN
PEMBAGIAN WILAYAH PEMERINTAHAN DARI TAHUN 1945 – 1999
Kabupaten Karawang dengan ibu kotanya di Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan dirubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta ditambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur. Sehingga pada tahun 1968 Kabupaten Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa.
Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan.
Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah diresmikan pada tanggal 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.
Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta. Jumlah Dinas menjadi 18 Dinas, 3 Badan dan 3 Kantor serta Kecamatan berjumlah 17 buah,
Kelurahan 9 buah dan Desa 183 buah.
Sumber:
http://purwakartakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=51&Itemid=65
15 Juni 2010
TATA PEMERINTAHAN DAERAH PADA MASA SEBELUM PENJAJAHAN BELANDA
Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Panembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda: “Karawaan”).
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug. Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811 – 1816 sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan Inggris.
MASA PENJAJAHAN
TATA PEMERINTAHAN DAERAH PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA
Antara tahun 1819 – 1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur kali Citarum / Cibeet dan sebelah Barat kali Cipunagara. Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibu kota Kabupaten di Wanayasa.
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih, yang kemudian diberi nama “PURWAKARTA’ yang artinya Purwa : permulaan, karta: ramai / hidup. Diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) Pemerintah Kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Keresidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan Bupati berikutnya.
PASCA KEMERDEKAAN
PEMBAGIAN WILAYAH PEMERINTAHAN DARI TAHUN 1945 – 1999
Kabupaten Karawang dengan ibu kotanya di Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan dirubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta ditambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur. Sehingga pada tahun 1968 Kabupaten Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa.
Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan.
Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah diresmikan pada tanggal 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.
Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta. Jumlah Dinas menjadi 18 Dinas, 3 Badan dan 3 Kantor serta Kecamatan berjumlah 17 buah,
Kelurahan 9 buah dan Desa 183 buah.
Sumber:
http://purwakartakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=51&Itemid=65
15 Juni 2010
Keindahan Purwakarta
Untuk mewujudkan “Purwakarta Berkarakter”, Kabupaten Purwakarta akan ditata dengan satu konsep terpadu yang digali dari budaya Purwakarta tempo dulu.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta berencana menciptakan Kota Purwakarta menjadi kota yang memiliki ruang publik yang memadai dengan cara menata dan mengembangkan ruang yang sudah ada. Bupati Dedi Mulyadi SH mengawali penataan dari lingkungan Pendopo tempat Bupati berkantor, Alun-alun Kiansantang. Tempat itu kini menampilkan wahana baru yang didukung pekarangan dengan arsitektur penuh pesona. Dilengkapi sarana pos keamanan di dua pintu masuk Pendopo, parkir dan kantin serta ruang pedagang tertentu yang dibuat sedemikian rupa hingga menciptakan kantor yang indah dan modern. Jalan masuk disambut oleh 3 gapura, menggambarkan budaya khas Sunda. Lapangan upacara Kiansantang kini dilengkapi air mancur serta lampu hias yang memberi berbagai makna bahwa Purwakarta sedang menuju kedigjayaan.
Langkah Pemkab Purwakarta menata ruang publik ini, menurut Kasat Satpol PP Drs Budi Bunyamin, juga mendapat dukungan yang tinggi dari masyarakat luas. Hal itu terbukti dengan kerelaan para pedagang yang memakai tempat tersebut ketika dilakukannya penataan awal alun-alun secara mendadak akhir Desember 2008 hingga awal Januari 2009 lalu. Menurut Bunyamin, waktu itu Satuan Satpol PP harus menghentikan kegiatan sekitar 400 pedagang kaki lima di lingkungan pendopo. Tanpa melakukan perlawanan, para pedagang saat itu menghentikan dan mengalihkan usahanya ke areal Situ Buled demi terlaksananya penataan pembangunan lingkungan kantor bupati tersebut.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pemberitaan Bagian Humas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta, Jaya Pranolo S.STP, M.Si, kepada Berita Indonesia, menjawab pertanyaan publik tentang perombakan konsep bangunan lingkungan Pendopo menjelaskan, sudah menjadi komitmen Bupati Dedi Mulyadi SH untuk membuat ruang publik yang memadai dengan konsep terpadu, khusus di Ibukota Kabupaten Purwakarta. Konsep dibuat memiliki arti sosiologis dan psikologis bagi masyarakat yang digali dari budaya Purwakarta tempo dulu.
Ini merupakan suatu langkah awal dalam upaya mewujudkan Purwakarta berkarakter dengan melestarikan produk-produk bernilai sejarah tinggi, hingga pembangunan kota yang dimaksudkan memenuhi unsur filosofi pembangunan masyarakat Sunda yang berbunyi: ’’Bumi Manjing Ka Langitna, tilangit seah hujana, lembur subur kota bagja, masjid jeung diri ngahiji, harta geus ngawujud harti, hokum geus ngawujud adil, nyanding pamingpin ka rahayat, pandita ajeg wiwaha, ucap- jeung lengkah sarua, pitutur ngawangun subur, ayat ngawujud adad.’’
Penataan ruang publik yang kini sedang bergulir, menurut Jaya Pranolo, mencakup kawasan Alun-Alun Kiansantang, Situ Buleud dan Situ Wanayasa. Situ Buleud yang dalam bahasa Sunda berarti telaga berbentuk bulat atau lingkaran, terletak di pusat Kota Purwakarta, tidak jauh dari Alun-alun dan Pendopo seluas empat hektare.
Jika menilik riwayatnya, Situ Buleud ini termasuk telaga purba. Konon, ketika wilayah kota Purwakarta masih berupa rimba belantara, Situ Buleud adalah tempat kubangan (mandi) badak. Namun, pada tahun 1830 - seiring pemindahan Ibukota Karawang dari Wanayasa ke Sindangkasih - Bupati ketika itu, R.A. Suriawinata membangun Situ Buleud sebagai telaga penghias kota. Kini Situ Buleud telah dibangun dan ditata kembali oleh Pemkab Purwakarta menjadi lebih indah dan nyaman.
Tidak hanya sebagai hiasan kota, tetapi rimbunan pohon di sekeliling Situ juga dimaksudkan menjadi paru-paru kota. Di sekeliling telaga, dibangun area untuk olah raga jalan kaki, bersantai dan rekreasi. Situ Buleud, taman kota yang indah dan menjadi kebanggaan Kota Purwakarta ini oleh Pemkab Purwakarta ditetapkan sebagai ikon Purwakarta. Untuk itu, pembangunannya terus dilanjutkan dengan membangun berbagai fasilitas pendukung.
Tempat wisata publik lainnya yang juga mendapat prioritas dari Pemkab Purwakarta, menurut Jaya Pranolo, salah satunya adalah Situ Wanayasa. Telaga seluas 7 hektare ini menyajikan alam yang romantis. Panoramanya, ibarat alunan musik yang menyentuh kalbu. Dari telaga ini, Gunung Burangrang tampak di kejauhan. Warnanya yang hijau kebiruan diselimuti kabut tipis menunjukkan pesona yang memukau. Keindahan tidak sebatas pada pandangan mata, tetapi juga sangat menyejukkan hati dan perasaan.
Letak Situ Wanayasa ini 30 kilometer dari pusat kota Purwakarta. Bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi, angkutan umum ataupun bus. Situ Wanayasa, telaga alam yang menjadi sumber irigasi bagi areal pertanian di Kecamatan Wanayasa dan sekitarnya, itu juga menjadi salah satu objek wisata kebanggaan Kabupaten Purwakarta.
Di lokasi Situ Wanayasa ini terdapat sebuah pulau kecil yang dirimbuni hutan pinus. “Jika tidak sedang hujan. Tatkala angin bertiup agak kencang, lamat-lamat akan terdengar suara angin mendengung di sela-sela daun pinus itu. Indah, sangat indah,” urai Jaya sedikit berpromosi. BND (Berita Indonesia 70)
Sumber:
http://www.beritaindonesia.co.id/daerah/keindahan-purwakarta/
6 September 2009
15 Juni 2010
Langganan:
Postingan (Atom)